BACA ARTIKEL DI BAWAH INI PELAN- PELAN DAN PAHAMI, DIJELASKAN DENGAN BAHASA YANG SEDERHANA DAN MUDAH DIMENGERTI...
Seorang Sultan dari Negeri RI memiliki tanah yang
sangat subur tetapi awalnya tidak sadar atas karunia tersebut. Sultan didatangi
oleh orang asing yang ingin mengelola tanah nan subur tersebut dengan cara bagi
hasil dengan pembagian 30% untuk asing dan 70% untuk Sultan.
Dari pengelolaan tanah tersebut diperoleh hasil
sebanyak 100 unit Produk MB per tahun dengan pembagian 30 unit untuk pengelola
(mitra asing) dan 70 unit untuk Sultan. Dengan demikian, Sultan memperoleh 70
unit MB tanpa mengeluarkan biaya sama sekali (biaya = Rp 0). Sultan merasa
sangat beruntung dengan kerja sama tersebut.
Sultan sadar bahwa Produk MB ini sangat dibutuhkan
oleh rakyatnya, dan berjanji akan menggunakannya demi kepentingan, dan untuk
kesejahteraan, Rakyat RI. Oleh karena itu, Sultan memutuskan untuk menjual
Produk MB tersebut di dalam negeri dengan harga jual eceran Rp 1.000 per unit,
sehingga Sultan memperoleh Pendapatan sebesar Rp 70.000 (untuk 70 unit), tanpa
mengeluarkan biaya pengelolaan tanah (produksi).
Untuk menjual Produk tersebut kepada masyarakat,
Sultan memerlukan Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll) sebesar Rp
10.000 per tahun, sehingga tingkat keuntungan Sultan menjadi sebesar Rp 60.000,
seperti perhitungan berikut ini:
Pendapatan (Penerimaan)
Rp 70.000 (70 unit @ Rp 1.000)
Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll)
Rp 10.000 -/-
Laba (atau Surplus)
Rp 60.000
Penciptaan istilah “Subsidi”
Sultan diberitahu oleh Para Pembantunya bahwa harga
Produk MB di luar negeri ternyata Rp 2.000 per unit. Namun, Sultan sadar sekali
bahwa harga jual tersebut terlalu tinggi untuk di dalam negeri.
Sultan adalah seorang yang sangat kreatif, dan
berpikir untuk mendirikan sebuah perusahaan, PT Pert-MB, yang ditugaskan khusus
untuk menjual dan mendistribusikan Produk MB di dalam negeri. Karena harga
Produk MB di luar negeri sebesar Rp 2.000 per unit, maka Sultan memutuskan
untuk menjualnya kepada PT Pert-MB dengan harga internasional tersebut.
Tetapi, Sultan sangat sadar bahwa rakyatnya tidak
mampu membeli Produk MB dengan harga Rp 2.000 per unit, dan menginstruksikan
kepada PT Pert-MB untuk menjualnya kepada rakyat dengan harga Rp 1.000.
Spoilerfor pt pert-mb:
PT Pert-MB tidak ada pilihan lain dan harus
mentaati keputusan ini, yaitu membeli Produk MB dari Sultan dengan harga Rp
2.000 per unit dan menjualnya kepada masyarakat dengan harga Rp 1.000 per unit.
Oleh karena itu, PT Pert-MB tentu saja akan mengalami kerugian sebesar Rp 1.000
per unit atau Rp 70.000 untuk 70 unit.
Ditambah Biaya Operasional sebesar Rp 10.000 per
tahun maka total kerugian PT Pert-MB akan menjadi Rp 80.000, di mana kerugian
ini akan diganti sepenuhnya oleh Sultan dengan istilah “Subsidi MB”.
Dengan bangga Sultan kemudian berkata kepada
rakyatnya bahwa sekarang Sultan memberi “Subsidi MB” kepada masyarakat (melalui
PT Pert-MB) sebesar Rp 80.000 per tahun. “Subsidi MB”inilah yang selalu
dikomunikasikannya kepada masyarakat, dan masyarakat sangat senang atas
kebaikan hati Sultan.
Pembukuan PT Pert-MB
Penjualan MB kepada masyarakat
Rp 70.000 (70 unit @ Rp 1.000)
Pembelian MB dari Sultan
Rp 140.000 (70 unit @ Rp 2.000) -/-
Rugi Penjualan sebelum Biaya Operasional
Rp 70.000
Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll)
Rp 10.000 +/+
Total Kerugian yang harus di-“subsidi”
Rp 80.000
“Subsidi” dari Sultan
Rp 80.000 -/-
Total
Rp 0 (nihil)
Akan tetapi, benarkah demikian? Seorang ekonom,
KKG, yang sangat kritis terhadap hitung-hitungan seperti ini dibuat
terheran-heran, dan bertanya-tanya, mengapa negeri nan subur ini memerlukan
subsidi Produk MB dari Sultan: pada awalnya Sultan memperoleh Laba (Surplus)
sebesar Rp 60.000, tetapi kemudian berbalik menjadi memberi “Subsidi” sebesar
Rp 80.000 (yang dikomunikasikan kepada masyarakat sebagai Kerugian), sedangkan
di dalam praktek sehari-hari KKG tidak melihat ada perubahan apapun pada
penjualan Produk MB di dalam negeri, baik dalam jumlah produksi, konsumsi
maupun harga per unit produk MB.
Selidik punya selidik, KKG kemudian memperoleh
fakta dari Nota Keuangan Sultan di mana tercatat ada Pendapatan yang berasal
dari penjualan Produk MB kepada PT Pert-MB sebesar Rp 140.000 per tahun, yaitu
70 unit @ Rp 2.000. Di samping itu, dalam Nota Keuangan yang sama KKG juga
melihat ada Belanja “Subsidi MB” kepada PT Pert-MB sebesar Rp 80.000 per tahun.
Dengan demikian, Sultan seharusnya masih memperoleh
Surplus sebesar Rp 60.000 (persis seperti pada awal transaksi sebelum PT
Pert-MB didirikan).
Nota Keuangan Sultan terkait Produk MB
Pendapatan (dari PT Pert-MB)
Rp 140.000 (70 unit @ Rp 2.000)
“Subsidi MB” (kepada PT Pert-MB)
Rp 80.000 (lihat pembukuan PT Pert-MB di atas) -/-
Laba (Surplus)
Rp 60.000
Oleh karena itu, KKG kemudian mengambil kesimpulan
bahwa subsidi yang di-claim oleh Sultan selama ini sebenarnya hanyalah sebuah
ilusi saja, imajinasi saja.
Subsidi tersebut sebenarnya tidak pernah ada.
Faktanya, Sultan malah memperoleh Laba (Surplus) sebesar Rp 60.000 per tahun
seperti perhitungan yang ada dalam Nota Keuangan Sultan yang ditampilkan oleh
KKG di atas.
Istilah “Subsidi” yang Semakin Populer, dan
Pembodohan terhadap Masyarakat
Sangat mengejutkan, harga Produk MB di luar negeri
naik pesat menjadi Rp 2.400 per unit pada tahun berikutnya. Melihat
perkembangan tersebut, Sultan kemudian meminta PT Pert-MB untuk membeli Produk
tersebut dengan harga yang sama dengan harga luar negeri, yaitu Rp 2.400 per
unit, tetapi menginstruksikannya untuk menjualnya di pasar domestik dengan
harga yang sama, yaitu Rp 1.000 per unit, di mana total Kerugian PT Pert-MB
tersebut akan diganti sepenuhnya (dengan kata lain, di-“subsidi”) oleh Sultan.
Oleh karena itu, total kerugian PT Pert-MB yang
akan “disubsidi” oleh Sultan menjadi Rp 108.000 seperti perhitungan berikut:
Pembukuan PT Pert-MB
Penjualan Produk MB kepada masyarakat
Rp 70.000 (70 unit @ Rp 1.000)
Pembelian Produk MB dari Sultan
Rp 168.000 (70 unit @ Rp 2.400) -/-
Rugi Penjualan sebelum Biaya Operasional
Rp 98.000
Biaya Operasional (Logistik, Distribusi, dll)
Rp 10.000 +/+
Total kerugian yang harus di-“subsidi”
Rp 108.000
“Subsidi” dari Sultan
Rp 108.000 -/-
Total
Rp 0 (nihil)
Sultan kemudian dengan bangga mengumumkan kepada
Rakyat RI bahwa “Subsidi” yang diberikan oleh Sultan kepada masyarakat (melalui
PT Pert-MB) meningkat dari Rp 80.000 menjadi Rp 108.000 karena harga Produk MB
di dalam negeri tidak dinaikkan sesuai harga di luar negeri (artinya, harga
Produk MB di dalam negeri tetap Rp 1.000 per unit).
KKG sekali lagi mengintip Nota Keuangan Sultan, dan
menyajikan data tersebut sebagai berikut.
Nota Keuangan Sultan terkait Produk MB
Pendapatan (dari PT Pert-MB)
Rp 168.000 (70 unit @ Rp 2.400)
“Subsidi MB” (kepada PT Pert-MB)
Rp 108.000 (lihat pembukuan PT Pert-MB di atas) ./-
Laba (Surplus)
Rp 60.000
Kesimpulan
Ternyata, KKG melihat fakta (dari Nota Keuangan
Sultan) bahwa Sultan masih tetap memperoleh surplus sebesar Rp 60.000: yaitu,
penjualan kepada PT Pert-MB sebesar Rp 168.000 (70 unit @ Rp 2.400) dikurangi
“Subsidi MB’ kepada masyarakat sebesar Rp 108.000).
KKG mengangguk-angguk tanda mengerti, dan dalam
batin dia mengatakan: tentu saja surplus tersebut tidak berubah, yaitu tetap Rp
60.000, karena kondisi di dalam negeri juga tidak berubah, dan sangat jelas
bahwa kondisi di luar negeri tidak ada hubungannya dengan di dalam negeri.
Tetapi, kebanyakan masyarakat, termasuk para
intelektual, sudah sangat terpikat dengan pencitraan Sultan yang dianggap
sangat bermurah hati karena memberi “Subsidi MB” kepada masyarakat dalam jumlah
besar.
Tetapi, sangat sayang bagi Sultan bahwa pembodohan
ini tidak akan berlangsung lama lagi karena masyarakat sudah mulai tersentak
dan tersadar dengan data yang disajikan oleh KKG, bahwa selama ini mereka
dibodohi saja dengan istilah “Subsidi MB”. Kita tunggu saja reaksi masyarakat
selanjutnya.
Anthony Budiawan
Direktur Eksekutif – Indonesia Institute for
Financial and Economic Advancement (IIFEA)
Rektor – Institut Bisnis dan Informatika Indonesia
(IBII)